Wanita diumpamakan Nabi shallallahu Alaihi wa sallam ibarat gelas-gelas
kaca dalam kisah perjalan Beliau dengan Anjasyah –sang pemandu
unta-unta.
Begitulah kodrat wanita, yang membuat agama ini banyak memberikan keringanan untuk mereka dalam banyak hal.
Mereka tidak diwajibkan jihad, tidak diwajibkan sholat berjamaah, tidak dibebankan mencari nafkah, menjadi kepala rumah tangga...dst.
Wanita yang hampir berputus asa
Pagi ini saya mendapatkan telephone dari seorang wanita yang dalam kondisi gundah gulana dan hampir bunuh diri.
Dalam keluh-kesahnya dia menyebutkan betapa stressnya dirinya pasca diceraikan suaminya.
Membuat dirinya tidak dapat memejamkan mata di malam hari, dan meninggalkan segala aktivitas rutinnya.
Dia tidak lagi pergi mengajar sebagaimana biasanya, bahkan enggan mengurus si kecil buah perkawianannya dengan mantan suaminya.
Hidupnya bagaikan seorang yang terlepas tali tempat bergantung yang melemparkannya ke dalam jurang kehinaan yang dalam.
Baginya tiada lagi berguna hidup dengan kondisi seperti ini.
Kematian lebih baik menurutnya daripada hidup menjanda dicerai sang suami.
Dengan perlahan saya mengajaknya berfikir bahwa sudah menjadi sunnatullah setiap orang pasti menghadapi ujian dalam hidup ini, ada yang diuji dengan harta, jabatan, anak, istri, suami, orang tua,mertua bahkan tetangga.
Dan sunnatullah telah berlaku bahwa dengan ujian itulah yang membuat hamba kembali kepada Allah, tunduk dan merintih di hadapanNya, melebur segala kesombongan dan sifat congkaknya, ringkasnya ujian menjadi jalan baginya untuk kembali kepada Allah.
Saya mengajaknya melihat bahwa banyak orang yang lebih dahsyat menghadapi ujian dalam hidupnya.
Ada yang dizalimi suami, dijadikan sapi perah untuk kesenangan suaminya, dipukul dan dihinakan suaminya sementara dia tidak dapat membela dirinya yang lemah.
Ada juga yang ditinggal suami yang tidak jelas dimana rimbanya, terlunta-lunta dengan status yang tidak jelas, bukan janda dan bukan juga gadis .
Ada juga yang diuji Allah menjadi perawan tua tidak mendapat jodoh hingga akhir hayatnya, yang lebih pedih menyandang predikat “gadis tua” daripada predikat “janda”.
Saya sebutkan bahwa kesehatan yang dia miliki adalah nikmat besar yang harus disyukuri, sebab banyak orang yang menderita berbagai penyakit kronis yang terkadang menghapus harapnya untuk hidup lebih panjang.
Intinya, berupayalah melihat ke bawah...niscaya anda akan menjadi makhluk yang bersyukur pada Allah, dan siap menerima segala ujian yang datang yang tidak anda senangi.
Saya memotivasi dirinya untuk segera bangkit kembali, menatap masa depan dengan tegar, toh di depan sana masih banyak harapan dan impian yang menantinya.
Lelaki bukan hanya satu dan dunia ini tidak "selebar daun kelor".
Dengan kesabaran dan sholat semoga Allah memberikan jalan keluar yang terbaik baginya, menggantikannya dengan suami yang lebih baik dan membuat dirinya lebih baik untuk menjadi pendamping suami berikutnya setelah belajar dari pahitnya perceraian.
Dari dialaoq saya melihat dia mulai memiliki secercah harap untuk menyongsong masa depan yang lebih baik, insyaAllah.
Semoga Allah menjaganya dari tipu daya Syetan dan kejelekan diri.
Kisah wanita tegar.
Namun ternyata, ada wanita-wanita yang memiliki ketegaran dalam penderitaannya, bagaikan tegarnya gunung-gunung menjulang dari terpaan angin dan hujan, bagaikan kokohnya batu karang dihantam badai dan gelombang.
Sebut saja namanya Najwa(bukan nama Aslinya).
Sejak kecil hidup dengan segala penderitaan.
Ketika dalam kandungan ia telah kehilangan ayah yang disebabkan kesalahan sang ibu yang melarikan diri dari ayahnya yang konon memiliki keturunan bule dan termasuk orang yang berada dikampungnya.
Ketika berusia empat tahun, sang ibu menyerahkan gadis kecil ini kepada sebuah keluarga untuk dijadikan anak angkat mereka.
Tumbuh dalam keluarga yang bukan kandung membuat dirinya senantiasa diperlakukan beda dengan anggota keluarga tirinya.
Dalam pekerjaan dan tugas rumah serta kewajiban lainnya..dirinya senantiasa menjadi “pelengkap penderita” bagi keluarga tersebut.
Najwa hanya merasa heran dengan perlakuan tersebut.
Baru terjawab pertanyaan yang selalu menghantuinya pikirannya itu, tatkala dirinya menginjak usia dewasa dan dilamar oleh seorang pemuda.
Ketika itulah ayah tirinya memberitahukan ditengah orang banyak tatkala acara lamar-melamar berlangsung bahwa dirinya adalah anak angkat bagi keluarga mereka.
Bagaikan petir disiang bolong, berita itu sungguh mengguncang hatinya,membuat dirinya gamang dan berupaya berlari dari kenyataan.
Setelah menikah beberapa saat dengan lelaki tersebut, dia merasa tidak nyaman dengan keberadaannnya, membuat dirinya memutuskan untuk menyudahi pernikahan dan segera melarikan diri dari mereka, memulai petualangannya untuk melepas segala duka laranya dari satu tempat ketempat lain hingga akhirnya kedua kakinya menginjak di Batam Kepulaun ٌRiau ini.
Ditempat inilah dia memulai karir kerjanya hingga akhirnya menikah pada tahun 2000 an dengan salah seorang pria bule berkebangsaan Perancis.
Antara tahun 2005-2006 Allah mengujinya dengan penyakit kanker Rahim yang membuat penderitaan hidupnya semangkin bertambah.
Hidup dengan kanker membuat dirinya senantiasa dalam penderitaan hingga akhirnya- tatkala kanker telah menjalar kemana-mana-dengan sangat terpaksa dia merelakan rahimnya diangkat di tahun 2008.
Selepas umrah, hidayah sunnah mulai menyinarinya dan merubah segala sesuatu dalam hidupnya.
Jika sebelumnya Najwa tidak tahu apa arti kehidupan kecuali bekerja dan mengumpulkan harta , kini dia mulai mendatangi kajian, mendengarkan Radio dakwah Hang, dan turut serta dalam daurah-daurah.
Walaupun sebelumnya dalam proses pencarian dia pernah keluar masuk berbagai paham yang menyesatkan.
Mulai dari JIL, tasawuf, bahkan pernah masuk kelenteng untuk mencari hidayah.
Seluruhnya menjadi saksi betapa gairahnya dia mencari kebenaran dan betapa rahmatnya Allah yang akan menghantarkan hambaNya menemui hakikat kebenaran tatkala hatinya condong pada kebenaran.
Kegemarannya membaca dan membeli buku membuat dirinya cepat memahami wawasan keislaman yang benar, hingga lengkaplah kenikmatan hidup di rasakannya.
Dia merasakan betapa Indahnya hidup dalam Islam yang telah mengatur segala sesuatu dengan sempurna.
Setelah kakiknya kuat menampak di jalan hidayah sunnah, Allah terus menerus mengujinya dengan berbagai penyakit, lepas dari kanker, dia juga pernah menderita tumor, sakit jantung dan terakhir hingga kini dia menderita gagal ginjal yang menghalangi segala aktivitasnya.
Sudah berbulan-bahkan merangkak menjadi tahun berganti tahun dia tidak bisa meninggalkan rumahnya.
Bukan sekali dia dia berobat ke Singapore bahkan telah berpuluh kali dan telah mengeluarkan biaya hitungan milyaran untuk terus berusaha sembuh.
Satu dua kali saya pernah mengunjunginya dengan Istri, dan melihat betapa tegarnya dirinya yang hidup sendiri, hanya ditemani pembantu dikala siang dikarenakan suaminya bekerja mencari nafkah di luar Negeri yang baru dapat pulang sesekali saja untuk menjenguknya.
Bayangkan sunyinya hidup tanpa anak dan suami, tak dapat beraktivitas diluar ruamah,membawa penyakit yang menderitanya dikala pagi, siang dan malam.
Satu hal yang membuat saya takjub, sifat pasrah dan tawakkalnya kepada Allah, pasrah menjalani takdir dengan tetap berupaya berikhtiar untuk kesembuhannya adalah hal langka yang kita dapati pada kebanyakan manusia.
Kini dirinya hidup tanpa ginjal yang dapat berfungsi, kemana-mana harus membawa selang untuk menampung air seni yang tidak lagi dapat keluar secara normal.
Hidup baginya adalah membaca buku, mendengar kajian, searching info di internet...siap selalu menunggu kapan masanya datang panggilan Allah.
Semoga Allah memberikan baginya ketegaran menapaki jalan yang telah ditapaki Rasulullah dan para sahabat -radhiallahu ‘anhum ajmain-senantiasa tersenyum dalam kesendirian dan kesunyian dari makhluk....tetapi tidak dengan Allah.
Kisah hidupnya menjadi pelajaran bagi setiap kita yang begitu cepatnya berputus asa dan menyerah serta menghujat takdir Allah, karena dia meyakini firman Allah ta’ala:
وعسى أن تكرهوا شيئا وهوا خير لكم وعسى أن تحب شيئا وهو شر لكم والله يعلم ما لا تعلمون(البقرة: 216)
Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia baik bagi kalian dan boleh saja kalian mencintai sesuatu padahal jelek bagi kalian, padahal Allah maha mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.
QS: Albaqarah: 216.
Sungguh kesabarannya menunjukkan ketegaran imannya pada Qadha dan Qadar Allah.
Semoga Allah menjaganya dan kita semua dalam keistiqomahan di atas sunnah hingga Allah mewafatkan kita.
Batam, Jumat 7 Sya’ban 1435 h/ 6 juni 2014.
Abu Fairuz
Begitulah kodrat wanita, yang membuat agama ini banyak memberikan keringanan untuk mereka dalam banyak hal.
Mereka tidak diwajibkan jihad, tidak diwajibkan sholat berjamaah, tidak dibebankan mencari nafkah, menjadi kepala rumah tangga...dst.
Wanita yang hampir berputus asa
Pagi ini saya mendapatkan telephone dari seorang wanita yang dalam kondisi gundah gulana dan hampir bunuh diri.
Dalam keluh-kesahnya dia menyebutkan betapa stressnya dirinya pasca diceraikan suaminya.
Membuat dirinya tidak dapat memejamkan mata di malam hari, dan meninggalkan segala aktivitas rutinnya.
Dia tidak lagi pergi mengajar sebagaimana biasanya, bahkan enggan mengurus si kecil buah perkawianannya dengan mantan suaminya.
Hidupnya bagaikan seorang yang terlepas tali tempat bergantung yang melemparkannya ke dalam jurang kehinaan yang dalam.
Baginya tiada lagi berguna hidup dengan kondisi seperti ini.
Kematian lebih baik menurutnya daripada hidup menjanda dicerai sang suami.
Dengan perlahan saya mengajaknya berfikir bahwa sudah menjadi sunnatullah setiap orang pasti menghadapi ujian dalam hidup ini, ada yang diuji dengan harta, jabatan, anak, istri, suami, orang tua,mertua bahkan tetangga.
Dan sunnatullah telah berlaku bahwa dengan ujian itulah yang membuat hamba kembali kepada Allah, tunduk dan merintih di hadapanNya, melebur segala kesombongan dan sifat congkaknya, ringkasnya ujian menjadi jalan baginya untuk kembali kepada Allah.
Saya mengajaknya melihat bahwa banyak orang yang lebih dahsyat menghadapi ujian dalam hidupnya.
Ada yang dizalimi suami, dijadikan sapi perah untuk kesenangan suaminya, dipukul dan dihinakan suaminya sementara dia tidak dapat membela dirinya yang lemah.
Ada juga yang ditinggal suami yang tidak jelas dimana rimbanya, terlunta-lunta dengan status yang tidak jelas, bukan janda dan bukan juga gadis .
Ada juga yang diuji Allah menjadi perawan tua tidak mendapat jodoh hingga akhir hayatnya, yang lebih pedih menyandang predikat “gadis tua” daripada predikat “janda”.
Saya sebutkan bahwa kesehatan yang dia miliki adalah nikmat besar yang harus disyukuri, sebab banyak orang yang menderita berbagai penyakit kronis yang terkadang menghapus harapnya untuk hidup lebih panjang.
Intinya, berupayalah melihat ke bawah...niscaya anda akan menjadi makhluk yang bersyukur pada Allah, dan siap menerima segala ujian yang datang yang tidak anda senangi.
Saya memotivasi dirinya untuk segera bangkit kembali, menatap masa depan dengan tegar, toh di depan sana masih banyak harapan dan impian yang menantinya.
Lelaki bukan hanya satu dan dunia ini tidak "selebar daun kelor".
Dengan kesabaran dan sholat semoga Allah memberikan jalan keluar yang terbaik baginya, menggantikannya dengan suami yang lebih baik dan membuat dirinya lebih baik untuk menjadi pendamping suami berikutnya setelah belajar dari pahitnya perceraian.
Dari dialaoq saya melihat dia mulai memiliki secercah harap untuk menyongsong masa depan yang lebih baik, insyaAllah.
Semoga Allah menjaganya dari tipu daya Syetan dan kejelekan diri.
Kisah wanita tegar.
Namun ternyata, ada wanita-wanita yang memiliki ketegaran dalam penderitaannya, bagaikan tegarnya gunung-gunung menjulang dari terpaan angin dan hujan, bagaikan kokohnya batu karang dihantam badai dan gelombang.
Sebut saja namanya Najwa(bukan nama Aslinya).
Sejak kecil hidup dengan segala penderitaan.
Ketika dalam kandungan ia telah kehilangan ayah yang disebabkan kesalahan sang ibu yang melarikan diri dari ayahnya yang konon memiliki keturunan bule dan termasuk orang yang berada dikampungnya.
Ketika berusia empat tahun, sang ibu menyerahkan gadis kecil ini kepada sebuah keluarga untuk dijadikan anak angkat mereka.
Tumbuh dalam keluarga yang bukan kandung membuat dirinya senantiasa diperlakukan beda dengan anggota keluarga tirinya.
Dalam pekerjaan dan tugas rumah serta kewajiban lainnya..dirinya senantiasa menjadi “pelengkap penderita” bagi keluarga tersebut.
Najwa hanya merasa heran dengan perlakuan tersebut.
Baru terjawab pertanyaan yang selalu menghantuinya pikirannya itu, tatkala dirinya menginjak usia dewasa dan dilamar oleh seorang pemuda.
Ketika itulah ayah tirinya memberitahukan ditengah orang banyak tatkala acara lamar-melamar berlangsung bahwa dirinya adalah anak angkat bagi keluarga mereka.
Bagaikan petir disiang bolong, berita itu sungguh mengguncang hatinya,membuat dirinya gamang dan berupaya berlari dari kenyataan.
Setelah menikah beberapa saat dengan lelaki tersebut, dia merasa tidak nyaman dengan keberadaannnya, membuat dirinya memutuskan untuk menyudahi pernikahan dan segera melarikan diri dari mereka, memulai petualangannya untuk melepas segala duka laranya dari satu tempat ketempat lain hingga akhirnya kedua kakinya menginjak di Batam Kepulaun ٌRiau ini.
Ditempat inilah dia memulai karir kerjanya hingga akhirnya menikah pada tahun 2000 an dengan salah seorang pria bule berkebangsaan Perancis.
Antara tahun 2005-2006 Allah mengujinya dengan penyakit kanker Rahim yang membuat penderitaan hidupnya semangkin bertambah.
Hidup dengan kanker membuat dirinya senantiasa dalam penderitaan hingga akhirnya- tatkala kanker telah menjalar kemana-mana-dengan sangat terpaksa dia merelakan rahimnya diangkat di tahun 2008.
Selepas umrah, hidayah sunnah mulai menyinarinya dan merubah segala sesuatu dalam hidupnya.
Jika sebelumnya Najwa tidak tahu apa arti kehidupan kecuali bekerja dan mengumpulkan harta , kini dia mulai mendatangi kajian, mendengarkan Radio dakwah Hang, dan turut serta dalam daurah-daurah.
Walaupun sebelumnya dalam proses pencarian dia pernah keluar masuk berbagai paham yang menyesatkan.
Mulai dari JIL, tasawuf, bahkan pernah masuk kelenteng untuk mencari hidayah.
Seluruhnya menjadi saksi betapa gairahnya dia mencari kebenaran dan betapa rahmatnya Allah yang akan menghantarkan hambaNya menemui hakikat kebenaran tatkala hatinya condong pada kebenaran.
Kegemarannya membaca dan membeli buku membuat dirinya cepat memahami wawasan keislaman yang benar, hingga lengkaplah kenikmatan hidup di rasakannya.
Dia merasakan betapa Indahnya hidup dalam Islam yang telah mengatur segala sesuatu dengan sempurna.
Setelah kakiknya kuat menampak di jalan hidayah sunnah, Allah terus menerus mengujinya dengan berbagai penyakit, lepas dari kanker, dia juga pernah menderita tumor, sakit jantung dan terakhir hingga kini dia menderita gagal ginjal yang menghalangi segala aktivitasnya.
Sudah berbulan-bahkan merangkak menjadi tahun berganti tahun dia tidak bisa meninggalkan rumahnya.
Bukan sekali dia dia berobat ke Singapore bahkan telah berpuluh kali dan telah mengeluarkan biaya hitungan milyaran untuk terus berusaha sembuh.
Satu dua kali saya pernah mengunjunginya dengan Istri, dan melihat betapa tegarnya dirinya yang hidup sendiri, hanya ditemani pembantu dikala siang dikarenakan suaminya bekerja mencari nafkah di luar Negeri yang baru dapat pulang sesekali saja untuk menjenguknya.
Bayangkan sunyinya hidup tanpa anak dan suami, tak dapat beraktivitas diluar ruamah,membawa penyakit yang menderitanya dikala pagi, siang dan malam.
Satu hal yang membuat saya takjub, sifat pasrah dan tawakkalnya kepada Allah, pasrah menjalani takdir dengan tetap berupaya berikhtiar untuk kesembuhannya adalah hal langka yang kita dapati pada kebanyakan manusia.
Kini dirinya hidup tanpa ginjal yang dapat berfungsi, kemana-mana harus membawa selang untuk menampung air seni yang tidak lagi dapat keluar secara normal.
Hidup baginya adalah membaca buku, mendengar kajian, searching info di internet...siap selalu menunggu kapan masanya datang panggilan Allah.
Semoga Allah memberikan baginya ketegaran menapaki jalan yang telah ditapaki Rasulullah dan para sahabat -radhiallahu ‘anhum ajmain-senantiasa tersenyum dalam kesendirian dan kesunyian dari makhluk....tetapi tidak dengan Allah.
Kisah hidupnya menjadi pelajaran bagi setiap kita yang begitu cepatnya berputus asa dan menyerah serta menghujat takdir Allah, karena dia meyakini firman Allah ta’ala:
وعسى أن تكرهوا شيئا وهوا خير لكم وعسى أن تحب شيئا وهو شر لكم والله يعلم ما لا تعلمون(البقرة: 216)
Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia baik bagi kalian dan boleh saja kalian mencintai sesuatu padahal jelek bagi kalian, padahal Allah maha mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.
QS: Albaqarah: 216.
Sungguh kesabarannya menunjukkan ketegaran imannya pada Qadha dan Qadar Allah.
Semoga Allah menjaganya dan kita semua dalam keistiqomahan di atas sunnah hingga Allah mewafatkan kita.
Batam, Jumat 7 Sya’ban 1435 h/ 6 juni 2014.
Abu Fairuz
0 komentar:
Posting Komentar