Ada beberapa wasiat yang disampaikan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Jurayy Jabir
bin
Sulaim. Wasiat yang pertama kita ulas adalah jangan sampai menghina dan
meremehkan orang lain. Boleh jadi yang diremehkan lebih mulia dari kita
di sisi Allah.
Abu Jurayy Jabir bin Sulaim, ia berkata, “Aku melihat seorang
laki-laki yang perkataannya ditaati orang. Setiap kali ia berkata, pasti
diikuti oleh mereka. Aku bertanya, “Siapakah orang
ini?” Mereka menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Aku berkata, “‘Alaikas
salaam
(bagimu keselamatan), wahai Rasulullah (ia mengulangnya dua kali).”
Beliau lalu berkata, “Janganlah engkau mengucapkan ‘alaikas salaam
(bagimu keselamatan) karena salam seperti itu adalah penghormatan kepada
orang mati. Yang baik diucapkan adalah assalamu ‘alaik (semoga
keselamatan bagimu.”
Abu Jurayy bertanya, “Apakah engkau adalah utusan Allah?” Beliau
menjawab, “Aku adalah utusan Allah yang apabila engkau ditimpa
malapetaka, lalu engkau berdoa kepada Allah, maka
Dia
akan menghilangkan kesulitan darimu. Apabila engkau ditimpa kekeringan
selama satu tahun, lantas engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untukmu. Dan apabila engkau berada di suatu
tempat yang gersang lalu untamu hilang, kemudian engkau berdoa kepada
Allah, maka Dia akan mengembalikan unta tersebut untukmu.”
Abu Jurayy berkata lagi kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah wasiat kepadaku.”
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberi wasiat,
لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا
“
Janganlah engkau menghina seorang pun.” Abu Jurayy berkata,
“Aku pun tidak pernah menghina seorang pun setelah itu, baik kepada
orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta, maupun seekor domba.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya,
وَلاَ
تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ
مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ
إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ
وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ
اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ
بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا
وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“
Janganlah meremehkan kebaikan
sedikit pun walau dengan berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang
tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah bagian dari kebajikan.
Tinggikanlah sarungmu sampai pertengahan betis. Jika enggan, engkau bisa menurunkannya hingga mata kaki. Jauhilah memanjangkan kain sarung hingga melewati mata kaki. Penampilan seperti itu adalah tanda
color: #009900 !important; cursor: pointer; display: inline !important; float: none; font-weight: normal; list-style: none; margin: 0; padding: 0; text-align: left; text-decoration: underline;">sombong dan Allah tidak menyukai kesombongan.
Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan
sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya
dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia
yang menanggungnya.” (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722.
Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh
Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).
Di antara wasiat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di
atas adalah janganlah menghina orang lain. Setelah Rasul menyampaikan
wasiat ini, Jabir bin Sulaim pun tidak pernah menghina seorang pun
sampai pun pada seorang budak dan seekor hewan.
Dalam surat Al Hujurat, Allah Ta’ala memberikan kita petunjuk dalam berakhlak yang baik,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ
يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ
خَيْرًا مِنْهُنَّ
“
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan
itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih
baik.” (QS. Al Hujurat: 11)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa ayat di atas berisi larangan
melecehkan dan meremehkan orang lain. Dan sifat melecehkan dan
meremehkan termasuk dalam kategori sombong sebagaimana sabda Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“
Sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR.
Muslim
no. 91). Yang dimaksud di sini adalah meremehkan dan menganggapnya
kerdil. Meremehkan orang lain adalah suatu yang diharamkan karena bisa
jadi yang diremehkan lebih mulia di sisi Allah seperti yang disebutkan
dalam ayat di atas.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 713).
Ingatlah orang jadi mulia di sisi Allah dengan ilmu dan takwa.
Jangan sampai orang lain diremehkan dan dipandang hina. Allah Ta’ala
berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)
Seorang mantan budak pun bisa jadi mulia dari yang lain lantaran ilmu.
Coba perhatikan kisah seorang bekas budak berikut ini.
أَنَّ
نَافِعَ بْنَ عَبْدِ الْحَارِثِ لَقِىَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وَكَانَ عُمَرُ
يَسْتَعْمِلُهُ عَلَى مَكَّةَ فَقَالَ مَنِ اسْتَعْمَلْتَ عَلَى أَهْلِ
الْوَادِى فَقَالَ ابْنَ أَبْزَى. قَالَ وَمَنِ ابْنُ أَبْزَى قَالَ
مَوْلًى مِنْ مَوَالِينَا. قَالَ فَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْهِمْ مَوْلًى قَالَ
إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنَّهُ عَالِمٌ
بِالْفَرَائِضِ. قَالَ عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ -صلى الله عليه
وسلم- قَدْ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا
وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ »
Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfaan. ‘Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus
Makkah.
Umar pun bertanya, “Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu
Abza”, jawab Nafi’. Umar balik bertanya, “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia
adalah salah seorang bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’.
Umar pun berkata, “Kenapa bisa kalian menyuruh bekas budak untuk
mengurus seperti itu?” Nafi’ menjawab, “Ia adalah seorang yang paham
Kitabullah. Ia pun paham ilmu faroidh (hukum waris).” ‘Umar pun berkata
bahwa sesungguhnya Nabi kalian -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah
bersabda, “
Sesungguhnya suatu kaum bisa dimuliakan oleh Allah lantaran kitab ini, sebaliknya bisa dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim no. 817).
Semoga nasehat di pagi hari ini bermanfaat. Hanya Allah yang
memberi taufik.
—
Artikel
Rumaysho.Com