Tentu tidak asing lagi ucapan “Masya Allah“[1] (ما شاء الله) di tengah kaum Muslimin.
Bahkan pembaca sekalian mungkin sudah sering mengucapkannya.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan,
“disyariatkan bagi orang mukmin ketika melihat sesuatu yang membuatnya
takjub hendaknya ia mengucapkan ‘Masya Allah‘ atau ‘Baarakallahu Fiik‘
atau juga ‘Allahumma Baarik Fiihi‘ sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاء اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
‘Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu “MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH”‘
(QS. Al Kahfi: 39)”
(Fatawa Nurun ‘alad Darbi, no.39905).
Namun tahukah anda apa makna dari ucapan “Masya Allah“?
Simak penjelasan berikut:
Di dalam kitab Tafsir Al Quranul Karim Surat Al Kahfi, Syaikh Muhammad
bin Shalih Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa kalimat “Masya Allah” (ما شاء
الله) bisa diartikan dengan dua makna. Hal tersebut dikarenakan kalimat
“maa syaa Allah” (ما شاء الله) bisa di-i’rab[2] dengan dua cara di dalam
bahasa Arab:
1] I’rab yang pertama dari “Masya Allah” (ما شاء
الله) adalah dengan menjadikan kata “maa” (ما) sebagai isim maushul
(kata sambung) dan kata tersebut berstatus sebagai khabar (predikat).
Mubtada’ (subjek) dari kalimat tersebut adalah mubtada’ yang disembunyikan, yaitu “hadzaa” (هذا).
Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah :
هذا ما شاء الله
/hadzaa maa syaa Allah/
Jika demikian, maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: “inilah yang dikehendaki oleh Allah”.
2] Adapun i’rab yang kedua, kata “maa” (ما) pada “maa syaa Allah”
merupakan maa syarthiyyah (kata benda yang mengindikasikan sebab) dan
frase “syaa Allah” (شاء الله) berstatus sebagai fi’il syarath (kata
kerja yang mengindikasikan sebab).
Sedangkan jawab syarath (kata
benda yang mengindikasikan akibat dari sebab) dari kalimat tersebut
tersembunyi, yaitu “kaana” (كان) .
Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah:
ما شاء الله كان
/maa syaa Allahu kaana/
Jika demikian maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: “apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi”.
Ringkasnya, “maa syaa Allah” bisa diterjemahkan dengan dua terjemahan,
“inilah yang diinginkan oleh Allah” atau “apa yang dikehendaki oleh
Allah, maka itulah yang akan terjadi”.
Maka ketika melihat hal
yang menakjubkan, lalu kita ucapkan “Masya Allah” (ما شاء الله), artinya
kita menyadari dan menetapkan bahwa hal yang menakjubkan tersebut
semata-mata terjadi karena kuasa Allah.
Semoga lisan-lisan kita dapat senantiasa dibasahi ucapan dzikir kepada Allah Ta’ala.
Wabillahit taufiq.
Catatan Kaki
[1] Sebagian orang mempermasalahkan penulisan “Masya Allah” atau “Masha Allah” atau “Maasyaa Allah” atau “Masyallah”.
Mungkin bagi mereka yang benar adalah “Maa Syaa-Allah” atau “Maa Syaa-a Allah”.
Namun hal ini sebenarnya tidak patut dipermasalahkan, semuanya bisa digunakan.
Karena memang tulisan huruf latin tidak bisa mengakomodasi bahasa arab dengan sempurna.
Sehingga yang penting adalah pengucapan lisannya.
Bahkan dalam tulisan formal, hendaknya mengikuti kaidah transliterasi
berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor 158 tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987. Lihat di:
http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_alih_aksara_Arab_ke_Latin
Jika dengan pedoman ini, maka penulisan yang baku adalah: Māsyā-a Allāhu
Namun, sekali lagi, ini bukan masalah besar selama tidak terlalu jauh dari pengucapan arabnya.
[2] I’rab adalah penjabaran struktur kalimat di dalam bahasa Arab.
—
Penulis: Muhammad Rezki Hr, ST., M.Eng
Artikel
www.muslim.or.id