My Blog

My Blog

Minggu, 22 Juni 2014

"Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang Dzat Allah.” HR Abu Nu’ai




Manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan.

Karena itu, Rasulullah saw. menghendaki kita, kaum muslimin, untuk punya budaya tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw. memberi rambu-rambu agar kita tidak salah dalam bertafakur.

Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan Allah swt. Beliau melarang kita berpikir tentang Dzat Allah karena kita tidak akan mampu menjangkaunya, dan berpikir tentang Dzat Alllah bisa mengantarkan kita kepada kesesatan dan kebinasaan.

Sungguh Mulia Engkau, Ibu....


 
Bismillahirrohmanirrohim
Sungguh Mulia Engkau, Ibu.....

Sahabat-sahabat Ini hanyalah secuil dari Kemuliaan Seorang Ibu yang mungkin tidak pernah kita sadari.

1. Saat makan, jika makanan kurang, Ia akan memberikan makanan itu kepada anaknya dan berkata, “Cepatlah makan nak, ibu tidak lapar.”

2. Waktu makan, Ia selalu menyisihkan ikan dan daging untuk anaknya dan berkata, “Ibu tidak suka daging, makanlah, nak..”

3. Tengah malam saat dia sedang menjaga anaknya yg sakit, Ia berkata,
“Istirahatlah nak, Ibu masih belum ngantuk..”

4. Saat anak sudah tamat sekolah, bekerja, mengirimkan uang untuk Ibu. Ia berkata, “Simpanlah untuk keperluanmu nak, Ibu masih punya uang.”

5. Saat anak sudah sukses, menjemput Ibunya untuk tinggal di rumah besar, Ia lantas berkata, “Rumah tua kita sangat nyaman, Ibu tidak terbiasa tinggal di sana.”

6. Saat menjelang tua, Ibu sakit keras, anaknya akan menangis, tetap Ibu masih bisa tersenyum sambil berkata, “Jangan menangis, Ibu tidak apa apa.”

Tidak peduli sebarapa kaya kita, seberapa dewasanya kita, Ibu slalu menganggap kita anak kecilnya, mengkhawatirkan diri kita tapi tidak pernah membiarkan kita mengkhawatirkan dirinya.
Sumber: Mutiara Air Mata Muslimah

Cahaya Mata





Sallahu'alamuhammmad Sallahu'alaihiwassalam Sallahu'alamuhammad Sallahu'alaihiwassalam

Anak-anak adalah cahaya mata
Penghibur hati penyejuk mata
Nikmat ALLAH yang paling bahagia
Nisbah benda lahirlah di dunia
Amanah ALLAH yang mesti dijaga

Diasuh dan dipelihara
Mencuaikan khianat dan dosa
Zahirnya ibubapa yang mendidik mereka
Hakikatnya adalah Tuhan Yang Esa
Bimbing mereka dengan bijaksana

Apakah akan jadi Yahudi?
Jadi Nasrani atau Majusi?
Moga jadi Mukmin yang sejati
Bersabarlah mendidik mereka

Mereka bagai kain putih
Yang lahir dengan suci bersih
Corakkanlah berhati-hati
Besarkan dengan akhlak terpuji

Permata pada ayah bonda
Sinaran bahagia membawa ke Syurga
Bersyukur kepada yang Esa
Atas anugerah nikmat dan rahmatNya

Bentuklah mereka sedari kecil
Taati ajaran agama
Anak soleh harta berharga
Doa mereka untuk kita
(Kenang kita dalam doanya)

Nasyid: INTEAM & Nada Syahdu

Cantik ga harus ribet. Simpel aja ukh ;)



 

"Dan hendaklah mereka menutupkan kain (sampai) ke dadanya. Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka..." (QS. An-Nuur)

Ust Salim A Fillah tentang beratnya bahaya Zina ..




------------------
Imam Syafi'I, dan akupun menangis ..
Satu saat asy Syafi’i ditanya
mengapa hukum bagi pezina sedemikian
beratnya?
wajah asy-Syafi’i memerah, pipinya rona delima
“karena”, jawabnya dengan mata menyala...
“zina adalah dosa yang bala’ akibatnya
mengenai semesta keluarganya, tetangganya,
keturunannya hingga tikus di rumahnya dan
semut di liangnya”
***
Ia ditanya lagi, dan mengapa tentang
pelaksanaan hukuman itu?
Allah berkata “Dan janganlah rasa ibamu pada
mereka menghalangimu untuk menegakkan
agama!”
****
Asy-syafi’i terdiam ..
Ia menunduk, Ia Menangis
setelah sesak sesaat, ia berkata ...
“Karena zina seringkali datang dari cinta dan
cinta selalu membuat kita iba ..
dan syaitan datang untuk membuat kita lebih
mengasihi manusia ..
daripada mencintai-Nya”
***
Ia ditanya lagi ..
dan mengapa, Allah berfirman pula
“Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang – orang
yang beriman.”
bukankah untuk pembunuh, si murtad, pencuri
Allah tak pernah mensyaratkan
menjadikannya tontonan?
****
Janggut Asy-Syafi’i telah basah,
bahunya terguncang – guncang ..
“Agar menjadi pelajaran”
Ia terisak
“Agar menjadi pelajaran”
Ia tersedu ..
“agar menjadi pelajaran”
Ia tergugu
****
Lalu ia bangkit dari duduknya
matanya kembali menyala
“Karena ketahuilah oleh kalian..
sesungguhnya zina adalah hutang
hutang, sungguh hutang…
dan...
salah seorang dalam nasab pelakunya pasti
harus membayarnya!”
***
kutulis dalam menangis, semoga menjadi
pengingat yang terwaris
-salim a. fillah-

sekarang kita tau muslimah, betapa besarnya dosa zina dalam Islam, sampai-sampai Imam As-Syafi`i benar-benar menekankan umat agar menjauhinya karena dosanya menjalar di sekeliling kita. Maka jangan pernah dekati zina, memalui Khalwat (berdua2an dengan lawan jenis), berpacaran, atau melihat, mendengar dan mendatangi hal-hal yang berhubungan dengan zina. Kita mungkin belum bisa menghapus zina dari muka bumi ini secara seutuhnya, namun kita bisa mengawali perubahan ini dari diri kita sendiri lalu lingkungan terdekat kita ... Bismillah

Wallahu`alam

Apa Arti Masya Allah?



Tentu tidak asing lagi ucapan “Masya Allah“[1] (ما شاء الله) di tengah kaum Muslimin.
Bahkan pembaca sekalian mungkin sudah sering mengucapkannya.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan,
“disyariatkan bagi orang mukmin ketika melihat sesuatu yang membuatnya takjub hendaknya ia mengucapkan ‘Masya Allah‘ atau ‘Baarakallahu Fiik‘ atau juga ‘Allahumma Baarik Fiihi‘ sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاء اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
‘Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu “MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH”‘
(QS. Al Kahfi: 39)”
(Fatawa Nurun ‘alad Darbi, no.39905).
Namun tahukah anda apa makna dari ucapan “Masya Allah“?
Simak penjelasan berikut:
Di dalam kitab Tafsir Al Quranul Karim Surat Al Kahfi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa kalimat “Masya Allah” (ما شاء الله) bisa diartikan dengan dua makna. Hal tersebut dikarenakan kalimat “maa syaa Allah” (ما شاء الله) bisa di-i’rab[2] dengan dua cara di dalam bahasa Arab:
1] I’rab yang pertama dari “Masya Allah” (ما شاء الله) adalah dengan menjadikan kata “maa” (ما) sebagai isim maushul (kata sambung) dan kata tersebut berstatus sebagai khabar (predikat).
Mubtada’ (subjek) dari kalimat tersebut adalah mubtada’ yang disembunyikan, yaitu “hadzaa” (هذا).
Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah :
هذا ما شاء الله
/hadzaa maa syaa Allah/
Jika demikian, maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: “inilah yang dikehendaki oleh Allah”.
2] Adapun i’rab yang kedua, kata “maa” (ما) pada “maa syaa Allah” merupakan maa syarthiyyah (kata benda yang mengindikasikan sebab) dan frase “syaa Allah” (شاء الله) berstatus sebagai fi’il syarath (kata kerja yang mengindikasikan sebab).
Sedangkan jawab syarath (kata benda yang mengindikasikan akibat dari sebab) dari kalimat tersebut tersembunyi, yaitu “kaana” (كان) .
Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah:
ما شاء الله كان
/maa syaa Allahu kaana/
Jika demikian maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: “apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi”.
Ringkasnya, “maa syaa Allah” bisa diterjemahkan dengan dua terjemahan, “inilah yang diinginkan oleh Allah” atau “apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi”.
Maka ketika melihat hal yang menakjubkan, lalu kita ucapkan “Masya Allah” (ما شاء الله), artinya kita menyadari dan menetapkan bahwa hal yang menakjubkan tersebut semata-mata terjadi karena kuasa Allah.
Semoga lisan-lisan kita dapat senantiasa dibasahi ucapan dzikir kepada Allah Ta’ala.
Wabillahit taufiq.
Catatan Kaki
[1] Sebagian orang mempermasalahkan penulisan “Masya Allah” atau “Masha Allah” atau “Maasyaa Allah” atau “Masyallah”.
Mungkin bagi mereka yang benar adalah “Maa Syaa-Allah” atau “Maa Syaa-a Allah”.
Namun hal ini sebenarnya tidak patut dipermasalahkan, semuanya bisa digunakan.
Karena memang tulisan huruf latin tidak bisa mengakomodasi bahasa arab dengan sempurna.
Sehingga yang penting adalah pengucapan lisannya.
Bahkan dalam tulisan formal, hendaknya mengikuti kaidah transliterasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor 158 tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987. Lihat di: http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_alih_aksara_Arab_ke_Latin
Jika dengan pedoman ini, maka penulisan yang baku adalah: Māsyā-a Allāhu
Namun, sekali lagi, ini bukan masalah besar selama tidak terlalu jauh dari pengucapan arabnya.
[2] I’rab adalah penjabaran struktur kalimat di dalam bahasa Arab.

Penulis: Muhammad Rezki Hr, ST., M.Eng
Artikel www.muslim.or.id

Minggu, 15 Juni 2014

Dekap Ukhuwah Fillah




Diriwayatkan bahwa :
Apabila penghuni Syurga telah masuk ke dalam Syurga, lalu mereka tidak menemukan Sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mrk dahulu di dunia.

Mrk bertanya tentang Sahabat mereka kepada Allah..

"Yaa Rabb...
Kami tidak melihat Sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia shalat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami...??

"Maka Allah berfirman:
"Pergilah ke neraka, lalu keluarkan Sahabat-sahabatmu yg di hatinya ada Iman walaupun hanya sebesar zarrah."
(HR. Ibnul Mubarak dalam kitab "Az-Zuhd").

Al-Hasan Al-Bashri berkata: "Perbanyaklah Sahabat-sahabat mu'minmu, karena mereka memiliki Syafa'at pada hari kiamat".

Ibnul Jauzi pernah berpesan kepada Sahabat-sahabatnya sambil menangis:

"Jika kalian tidak menemukan aku nanti di Syurga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada Allah tentang aku:

"Wahai Rabb Kami...
Hamba-Mu fulan, sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami ttg ENGKAU..
Maka masukkanlah dia bersama kami di Syurga-Mu"

Sahahabatku fillah
Mudah-mudahan dg ini, aku telah Mengingatkanmu tentang Allah ..
Agar aku dapat besertamu kelak di Syurga & Ridho-Nya..

Yaa Rabb...
ْAku Memohon kepada-Mu.. Karuniakanlah kepadaku
Sahabat2 yg selalu mengajakku utk Tunduk Patuh & Taat Kepada Syariat-Mu..

Kekalkanlah persahabatan kami hingga kami bertemu di Akhirat dengan-Mu...

آمِيْن يَا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ
--
Wahai sahabatku sekalian..

Jika kalian tidak menemukan diriku di Syurga, sudilah kiranya sahabat sekalian memanggil namaku dan bertanya pada Allah ttg diriku, dan moga Allah ridha menyelamatkan diriku dan keluargaku dari siksa api neraka..

Ana uhibbukum fillaah.

Kecantikanmu adalah Amanah



 
Allah menitipkan #kecantikan bukan untuk disombongkan tapi untuk dijaga karena itu salah satu ujian.

#kecantikan itu amanah jagalah ia agar tidak membawa fitnah.

Perdalam ilmu dan perbaiki iman, agar engkau tak dihinakan oleh #kecantikan yg menimbulkan kesombongan.

#kecantikan itu titipan, ia bukan milikmu. Sewaktu2 Allah bisa mengambilnya, jika kau terus tinggi hati dengan kecantikan lahiriah. Siapkah kau?

Jangan jadikan #kecantikan lahiriahmu sebagai kualitas untuk mencibir siapa saja yg kau anggap buruk rupa. Sungguh itu adalah kehinaan akhlaq.

Apa yang akan kau banggakan dari #kecantikan yang kau sombongkan jika keriput sudah menjelma di tiap sudut?

#kecantikan lahiriah itu adalah titipan dan ujian, jaga amanah itu dengan ketaqwaan. Imbangi cantikmu dengan ilmu dan iman.

Jangan kau gadaikan #kecantikan dengan popularitas yang justru menurunkan martabatmu sebagai wanita beriman.

Allah itu menilaimu dari ketaqwaan bukan #kecantikan lahiriah. Berikan cantikmu untuk yang berhak. :')

JIHADKU UNTUKMU IBU




“Jangan kau gadaikan prinsipmu, Anakku!!!” kata-kata itu selalu membayangi pikiranku. Setiap kali aku akan melangkah, pasti kata-kata ini kembali berputar-putar dalam benakku.

***

Aku begitu bahagia ketika dipanggil sebagai peraih NEM tertinggi di SMA-ku saat itu. Tapi di sisi lain, aku melihat wajah ibuku yang tak menampakkan sedikitpun rasa bahagia atas prestasi yang telah kuraih habis-habisan selama 3 tahun ini. Ada apa dengan ibuku?

“Selamat ya anakku, atas prestasi yang telah kau raih selama ini. Ibu cukup bangga denganmu, anakku sayang”, tuturnya sangat lembut.

‘Cukup bangga?!?!?’ ini yang membuat jantungku berdebar hebat, yang membuat otakku berpikir keras, yang membuat mataku susah terpejam di malam hari. Kenapa koq ‘cukup bangga?’ Kenapa bukan dengan ‘sangat bangga?’, padahal aku telah mati-matian berusaha untuk mendapatkan ini semua hanya untuk membuatmu bangga ibuku. Tapi...

***

Alhamdulillah, 10 lamaran pekerjaan telah kumasukkan ke perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga pekerja. Kini aku tinggal menunggu panggilan dari perusahaan-perusahaan yang telah membuka dan membaca serta mempelajari surat lamaranku itu.

Subhanallah, 3 hari dalam masa penantian, akhirnya tiba juga. Tujuh dari sepuluh perusahaan merespon surat lamaranku itu. Aku mendapatkan panggilan untuk tes tulis dan tes wawancara. Saat itu hatiku mulai galau, perusahaan mana yang akan ku datangi? Semua memanggil di hari yang sama dan jam yang sama pula. Ya Allah beri aku petunjukMu.

“Anakku, pakailah ini saat kau berangkat tes ke perusahaan yang engkau inginkan”, senyum itu sangat luar biasa untukku. Yah, senyuman ini yang membuat galauku mulai memudar. Senyuman ini yang sangat kurindukan bertahun-tahun lamanya. Sebuah jilbab biru dongker beliau sodorkan kepadaku.

“Jangan kau gadaikan prinsipmu, anakku!!! Insya Allah, Allah akan selalu bersamamu”. Nyess...luluh sudah hati ini, berlinanglah airmata di kedua mataku. Ibuku oh ibu...

Berangkatlah aku menuju perusahaan yang sangat aku idamkan. Gaji besar, fasilitas terpenuhi, libur Sabtu-Minggu plus libur hari besar dan pekerjaan yang tak membutuhkan tenaga terlalu banyak. Aku tak menghiraukan 6 panggilan tes perusahaan yang lainnya. Alhamdulillah tes tulis lolos, tes wawancara exellent, tapi ada satu hal yang sangat mengujiku saat itu.

“Apakah anda berjilbab?”, HRD mulai menanyaiku selepas tes wawancara.

“Kenapa bu dengan jilbab saya? Apakah jilbab ini sangat mengganggu di perusahaan ini?”, tanyaku balik.

“Aturan di perusahaan ini adalah tidak diperkenankan seorang wanita memakai jilbab. Bagaimana?”, tanyanya dengan mimik yang sangat serius.

“Saya lihat, tes tulis anda sangat luar biasa. Begitupun dengan tes wawancara, tidak diragukan lagi. Anda berpeluang untuk menempati asisten Kepala Bagian produksi di perusahaan ini”, kepalaku mulai cenat-cenut saat itu.

“Apakah tidak ada jalan lain bu untuk solusi dari jilbab ini? Mungkin jilbab ini dimasukkan dalam pakaianku atau...”.

“Maaf mbak, aturan tetaplah aturan! Kami tidak berani menanggung resiko, apabila terjadi kecelakaan hanya gara-gara sepotong jilbab, apalagi anda berada di bagian produksi”.

Aku berpikir dalam-dalam. Disatu sisi, perusahaan ini adalah idaman semua orang, termasuk aku. Di sisi lain, akankah kugadaikan jilbabku ini?!?! Ya Robb, bantulah hambaMu ini.

Subhanallah, saat itu juga aku teringat kata-kata ibuku. “Jangan kau gadaikan prinsipmu, anakku!!!”. Ibu maafkan aku apabila keputusan ini tidak membuatmu bangga dan maafkan aku apabila keputusan ini tidak membuatmu bahagia ibu. Ku tarik nafas dalam-dalam dan Bismillah, dengan tegas kukatakan kepada bu HRD, “Terima kasih saya sampaikan atas tawaran, apresiasi dan juga respon yang luar biasa dari ibu dan perusahaan ini kepada saya. Saya sungguh menyesal, karena keputusan yang akan saya sampaikan ini. Saya memutuskan untuk memilih mengundurkan diri dari perusahaan ini. Saya mohon maaf apabila ada tutur kata yang kurang berkenan di hati ibu. Sekali lagi saya sampaikan terima kasih banyak atas semuanya”, dengan mantap kutinggalkan ruangan itu sambil tersenyum lega. Allahu Akbar...

***

Sahabatku, tahukah kalian, apa yang terjadi setelah itu? Aku menangis dalam dekapan ibu. Aku terisak dalam tangisku, karena menyesal tidak menyanggupi dan tak mampu membahagiakan sang Ibu, orangtua satu-satunya yang kumiliki saat ini. Tapi, di balik itu semua, Ibu ‘sangat bangga’ dengan keputusan yang kuambil. Keputusan yang sangat tepat dan sangat luar biasa. Inilah awal aku membuatnya bangga dan bahagia. Meskipun setelah itu, aku bekerja sebagai pegawai biasa dalam sebuah koperasi yang gajinya sangat minim sekali. Alhamdulillah, sekarang aku sudah mendapatkan pekerjaan yang sangat istimewa. Ini semua karena do’a tulus darimu ibuku dan ini sebuah karena ridhomu. Terima kasih ibuku, I love U so much.

Sahabatku, Ridho Allah tergantung pada ridho orangtua dan murka Allah tergantung pada murka orangtua. Andai saat itu aku tetap memilih untuk menerima pekerjaan dan tak mempedulikan jilbab pemberian ibuku, mungkin aku tak akan mendapatkan karuniaNya. Mungkin saat ini, hidayah tak kunjung datang menghampiriku. Atau mungkin aku akan selalu membuatnya ‘cukup bangga’ denganku. Andai saat itu aku tak mempedulikan pesan ibuku untuk selalu menjaga prinsip ini, pastilah aku sudah jadi anak durhaka saat ini, Na’udzubillah..

Sahabatku, akankah kita gadaikan prinsip ini hanya demi mengejar kesenangan di dunia? Akankah kita jual prinsip ini hanya dengan lembaran-lembaran uang yang tak sedikitpun mendapat ridhoNya? Atau akankah kita tukar amanah seorang ibu dengan jabatan yang sementara dan tak berarti di hadapanNya? Jangan kau gadaikan prinsipmu!!! Kapanpun dan dimanapun aku akan tetap berjuang untuk mempertahankan prinsip ini, ibuku, meski darah harus mengucur dari tubuhku atau nyawa harus melayang. Aku akan tetap memegang kata-katamu dan berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankannya.

“Jangan kau gadaikan prinsipmu, Anakku!!! [Heny Rizani. Spesial untukmu, Ibu]

Sumber : Bersama Dakwah

Hal Yang Harus Diingat Sebelum Hal Lain :')



Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali.

Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta dijalanan.

Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk, pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk di dalam hidupnya.

Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istrimu. Pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Allah untuk diberikan teman hidup.

Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu, Pikirkan tentang seseorang yang Qadarullah meninggal terlalu cepat.

Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu, Pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.

Sebelum mengeluh tentang rumahmu yg kotor krn pembantumu tidak mengerjakan tugasnya, Pikirkan tentang orang-orang yg tinggal di jalanan.

Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir, Pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan

Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, Pikirkan tentang pengangguran, penyandang cacat yg berharap mempunyai pekerjaan

Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa.

--- @IslamDiaries ---

Mudah Memaafkan


Satu pelajaran lagi yang bisa kita ambil dari hadits Jabir bin Sulaim adalah perintah untuk mudah memaafkan orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan wasiat pada Jabir bin Sulaim,
وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya.” (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).
Sulit dan amat berat bagi hati jika ada yang berbuat salah pada kita, lantas tidak dibalas. Pasti kita punya keinginan untuk membalasnya.
Kalau kita dipermalukan, pasti ingin pula mempermalukannya.
Kalau kita dicela, pasti ingin pula membalas dengan celaan.
Hampir watak setiap orang yang disakiti dan dizalimi seperti itu.
Namun lihatlah betapa mulianya yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika kita dipermalukan dan dihina, maka kita tidak perlu balas dengan menghina dan mencela orang tersebut walau kita tahu kekurangan yang ada pada dirinya dan bisa menjatuhkannya. Biarlah akibat jelek dari mencela dan menjatuhkan itu, akan ditanggung di akhirat.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang hadits di atas, “Hendaklah setiap orang memiliki sifat mudah memaafkan yang lain. Tidak semua isu yang sampai ke telinganya, ia terima mentah-mentah, lantas ia membenci orang yang menyuarakan isu yang tidak menyenangkan tersebut. Hendaklah setiap orang memiliki sifat pemaaf. Karena Allah sangat menyukai orang yang memiliki sifat mulia tersebut, yang mudah memaafkan yang lain. Lantaran itu, ia akan diberi ganjaran. Karena jika dibalas dengan saling mempermalukan dan menjatuhkan, pasti konflik yang terjadi tak kunjung usai. Permusuhan akan tetap terus ada. Jika malah dibalas dengan diam, maka rampunglah perselisihan yang sedang berkecamuk.” (Syarh Riyadhis Sholihin, 4: 297).
Syaikh juga menjelaskan bagaimanakah sifat ibadurrahman,
وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. ” (QS. Al Furqon: 63).
Syaikh Muhammad membicarakan ayat di atas, “Jika ada orang jahil mengejek, maka balaslah dengan mengucapkan doa kebaikan untuknya semisal mengucapkan ‘jazakallah khoiron‘ (artinya: semoga Allah membalas kebaikanmu). Lalu berpalinglah darinya. Tidak perlu berbicara dan melakukan hal lainnya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 4: 297-298).
Adab yang diajarkan dalam Al Qur’an pula adalah membalas setiap tingkah laku jelek dari orang lain dengan kebaikan. Siapa yang bisa melakukan hal ini, sungguh ia benar-benar memiliki sifat sabar. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)
Mujahid berkata bahwa yang dimaksud balaslah dengan yang lebih baik yaitu balaslah dengan berjabat tangan dengannya. (Lihat Hilyatul Auliya’, 3: 299, dinukil dari At Tadzhib li Hilyatil Auliya’, hal. 771).
Sahabat yang mulia, Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- mengatakan, “Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 529-530)
Jika kita mudah memaafkan yang lain …
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Maka barang siapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syura: 40)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah untuk mudah memaafkan lainnya. Demikian rangkaian pembahasan dari hadits Jabir bin Sulaim, Semoga bermanfaat.



Artikel Rumaysho.Com

Jangan Mengkhianati Amanat


Kalau memang seseorang dibebankan suatu amanat, janganlah dikhianati. Tunaikanlah amanat tersebut dengan baik. Jika masa tugas belum selesai padahal sudah berjanji dengan bersumpah akan merampungkannya, maka sudah barang tentu janji tersebut kudu dipenuhi.
Lihatlah perintah Allah Ta’ala dalam menunaikan amanat,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS. An Nisa’: 58)
Kalau sudah pernah berjanji pada rakyat untuk menunaikan amanat, maka tunaikanlah,
أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ
“Tunaikanlah amanat kepada orang yang menitipkan amanat padamu.” (HR. Abu Daud no. 3535 dan At Tirmidzi no. 1624, hasan shahih)
Ketahuilah bahwa orang yang berkhianat terhadap amanat pun menyandang salah satu sifat munafik. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tiga tanda munafik adalah jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan ketika diberi amanat, maka ia ingkar” (HR. Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menerangkan tanda munafik, yang memiliki sifat tersebut berarti serupa dengan munafik atau berperangai seperti kelakuan munafik. Karena yang dimaksud munafik adalah yang ia tampakkan berbeda dengan yang disembunyikan. Pengertian munafik ini terdapat pada orang yang memiliki tanda-tanda tersebut” (Syarh Muslim, 2: 47).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Menunaikan amanat yang dimaksudkan adalah umum mencakup segala yang diwajibkan pada seorang hamba, baik hak Allah atau hak sesama manusia” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4: 124).
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Amanat adalah segala sesuatu yang diemban oleh seseorang yang diperintahkan untuk ditunaikan. …. Para fuqoha menyebutkan bahwa orang yang dibebankan amanat, hendaklah ia benar-benar menjaganya. Mereka berkata bahwa seseorang tidak disebut menunaikan amanat melainkan dengan menjaganya, dan hukumnya adalah wajib.” (Taisir Al Karimir Rahman, 183).
Bahkan jika kita menjadi seorang pemimpin, benar-benar kita harus memegang amanat karena banyak pemimpin yang hanya mengingkari janji-janjinya. Dari Abu Dzarr pula, ia berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberiku kekuasaan?” Lalu beliau memegang pundakku dengan tangannya, kemudian bersabda,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْىٌ وَنَدَامَةٌ إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ فِيهَا
Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR. Muslim no. 1825).
Semoga jadi nasehat bersama. Hanya Allah yang memberi taufik.


Artikel Rumaysho.Com

Taruhan Bola, Apakah Judi?



Sudah marak memang sejak dulu taruhan bola bahkan sekarang lebih canggih lagi bisa dilakukan via HP atau internet, tidak mesti lewat bandar judi. Bisa jadi yang bertaruh adalah sesama peserta yang bertanding. Bisa jadi pula lewat bursa taruhan atau kecil-kecilan bertaruh dengan teman dekat. Taruhan skor bola seperti ini jelas termasuk judi menurut Islam. Judi adalah dosa besar yang dilarang keras.
Larangan Judi
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90)
Lihatlah permusuhan sesama muslim bisa muncul akibat judi. Judi pun benar-benar telah memalingkan dari dzikrullah. Sadarilah!
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al Maidah: 91)
Bahkan judi itu lebih berbahaya dari riba. Sebagaimana Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kerusakan maysir (di antara bentuk maysir adalah judi) lebih berbahaya dari riba. Karena maysir memiliki dua kerusakan: (1) memakan harta haram, (2) terjerumus dalam permainan yang terlarang. Maysir benar-benar telah memalingkan seseorang dari dzikrullah, dari shalat, juga mudah timbul permusuhan dan saling benci. Oleh karena itu, maysir diharamkan sebelum riba.”
Ibnu Hajar Al Makki berkata, “Sebab larangan maysir dan masalahnya perkara tersebut dikarenakan di dalamnya terdapat memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Hal ini jelas Allah larang dalam ayat,
لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil” (QS. An Nisa’: 29).” Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 39: 406.
Hakekat Judi (Maysir)
Imam Malik berkata, “Maysir berupa perjudian adalah sesuatu yang manusia saling memasang taruhan di dalamnya.” Disebutkan dalam Tafsir Al Qurthubi.
Imam Syafi’i berkata, “Maysir itu di dalamnya ada taruhan yang dipasang dan nanti (bagi yang beruntung) akan ada hasil yang diambil.” Disebutkan dalam Tafsir Al Kabir karya Ar Rozi.
Al Jashosh menyebutkan, “Hakekat judi adalah memiliki harta dengan memasang taruhan.” Disebutkan dalam Ahkamul Qur’an.
Ibnu Hazm menerangkan, “Para ulama sepakat bahwa judi yang Allah haramkan adalah permainan di mana yang menang akan mengambil taruhan dari yang kalah. Seperti dua orang yang saling bergulat dan dua orang yang berlomba dengan kendaraannya, yaitu yang menang akan mendapatkan hadiah dari yang kalah. Ini pula yang terjadi dalam memasang taruhan. Inilah judi yang Allah haramkan.” Disebutkan dalam Al Farusiyah karya Ibnul Qayyim.
Al Muwaffaq Ibnu Qudamah berkata, “Qimar (judi) adalah setiap yang bertaruh atau yang berlomba memasang taruhan, nanti ada yang beruntung dan nanti ada yang merasakan rugi.” Disebutkan dalam Al Mughni, 13: 408.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Yang dimaksud judi adalah harta orang lain diambil dengan jalan memasang taruhan di mana taruhan tersebut bisa didapat ataukah tidak.” (Al Majmu’ Al Fatawa, 19: 283).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata, “Setiap perlombaan atau saling bertaruh di mana ada taruhan di antara kedua belah pihak.” Dinukil dari Taisir Al Karimir Rahman.
Namun sebenarnya, maysir itu lebih umum dari judi karena maysir itu ada dua macam: (1) maysir berupa permainan yaitu dadu dan catur, juga setiap permainan yang melalaikan, (2) maysir berupa perjudian yaitu yang memasang taruhan di dalamnya. Inilah yang disebutkan oleh Imam Malik. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 39: 406.
Taruhan Bola Termasuk Judi
Jadi penjelasan di atas, sudah amat jelas bahwa taruhan bola adalah judi yang diharamkan. Berarti taruhan tersebut suatu bentuk kemungkaran.
Jadi kerugiannya, judi adalah dosa bahkan dosa besar. Judi juga berdampak buat ketagihan. Jika ada yang kalah bisa jadi depresi. Terakhir, judi membuat harta tidak berkah.
Hanya Allah yang memberi taufik.


Artikel Rumaysho.Com

Akibat Beramal Tanpa Tuntunan




Akibat dari amalan yang tanpa tuntunan, amalan yang tidak ada dalilnya, hanya membuat amalan tersebut tertolak dan sia-sia.
Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah kepada para sahabat pada hari Idul Adha setelah mengerjakan shalat Idul Adha. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ ، وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَلاَ نُسُكَ لَهُ
“Siapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih kurban seperti kurban kami, maka ia telah mendapatkan pahala kurban. Barangsiapa yang berkurban sebelum shalat Idul Adha, maka itu hanyalah sembelihan yang ada sebelum shalat dan tidak teranggap sebagai kurban.”
Abu Burdah yang merupakan paman dari Al Bara’ bin ‘Azib dari jalur ibunya berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَإِنِّى نَسَكْتُ شَاتِى قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَعَرَفْتُ أَنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ، وَأَحْبَبْتُ أَنْ تَكُونَ شَاتِى أَوَّلَ مَا يُذْبَحُ فِى بَيْتِى ، فَذَبَحْتُ شَاتِى وَتَغَدَّيْتُ قَبْلَ أَنْ آتِىَ الصَّلاَةَ
“Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih kambingku sebelum shalat Idul Adha. Aku tahu bahwa hari itu adalah hari untuk makan dan minum. Aku senang jika kambingku adalah binatang yang pertama kali disembelih di rumahku. Oleh karena itu, aku menyembelihnya dan aku sarapan dengannya sebelum aku shalat Idul Adha.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata,
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu hanyalah kambing biasa (yang dimakan dagingnya, bukan kambing kurban).” (HR. Bukhari no. 955)
Coba perhatikan. Lihatlah bagaimanakah akibat dari beramal tanpa tuntunan. Jika ibadahnya asal-asalan, tanpa dasar ilmu dan tanpa dalil, beramal hanya atas dasar amalan itu baik, maka tidak akan diterima amalan tersebut. Perhatikanlah baik-baik apa yang terjadi pada sahabat di atas. Niatannya baik agar biasa sarapan dengan hasil kurbannya. Sayangnya, ia menyembelih sebelum waktunya. Akibatnya, kurbannya hanyalah dinilai daging biasa. Maka ibadah lainnya berlaku seperti itu. Jika suatu amalan tidak didasari dengan dalil yang shahih dari Al Qur’an dan hadits, maka amalan tersebut jadi sia-sia.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Orang yang melakukan amalan tanpa tuntunan benar-benar merugi, amalannya sia-sia belaka dan tidak diterima. Dalam ayat Al Qur’an disebutkan,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)
Ibnu Mas’ud pernah berkata pada orang yang amalannya mengada-ada, tanpa pakai tuntunan padahal niatan orang tersebut benar-benar baik,
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi 1: 79. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayyid)
Baca artikel lainnya: Dampak Buruk Amalan Tanpa Tuntunan.
Semoga jadi bahan renungan sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.


Artikel Rumaysho.Com

Jangan Menghina dan Meremehkan Orang Lain



Ada beberapa wasiat yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Jurayy Jabir bin Sulaim. Wasiat yang pertama kita ulas adalah jangan sampai menghina dan meremehkan orang lain. Boleh jadi yang diremehkan lebih mulia dari kita di sisi Allah.
Abu Jurayy Jabir bin Sulaim, ia berkata, “Aku melihat seorang laki-laki yang perkataannya ditaati orang. Setiap kali ia berkata, pasti diikuti oleh mereka. Aku bertanya, “Siapakah orang ini?” Mereka menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Aku berkata, “‘Alaikas salaam (bagimu keselamatan), wahai Rasulullah (ia mengulangnya dua kali).” Beliau lalu berkata, “Janganlah engkau mengucapkan ‘alaikas salaam (bagimu keselamatan) karena salam seperti itu adalah penghormatan kepada orang mati. Yang baik diucapkan adalah assalamu ‘alaik (semoga keselamatan bagimu.”
Abu Jurayy bertanya, “Apakah engkau adalah utusan Allah?” Beliau menjawab, “Aku adalah utusan Allah yang apabila engkau ditimpa malapetaka, lalu engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menghilangkan kesulitan darimu. Apabila engkau ditimpa kekeringan selama satu tahun, lantas engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untukmu. Dan apabila engkau berada di suatu tempat yang gersang lalu untamu hilang, kemudian engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan mengembalikan unta tersebut untukmu.”
Abu Jurayy berkata lagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah wasiat kepadaku.”
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberi wasiat,
لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا
Janganlah engkau menghina seorang pun.” Abu Jurayy berkata, “Aku pun tidak pernah menghina seorang pun setelah itu, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta, maupun seekor domba.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya,
وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun walau dengan berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah bagian dari kebajikan.
Tinggikanlah sarungmu sampai pertengahan betis. Jika enggan, engkau bisa menurunkannya hingga mata kaki. Jauhilah memanjangkan kain sarung hingga melewati mata kaki. Penampilan seperti itu adalah tanda sombong dan Allah tidak menyukai kesombongan.
Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya.” (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).
Di antara wasiat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas adalah janganlah menghina orang lain. Setelah Rasul menyampaikan wasiat ini, Jabir bin Sulaim pun tidak pernah menghina seorang pun sampai pun pada seorang budak dan seekor hewan.
Dalam surat Al Hujurat, Allah Ta’ala memberikan kita petunjuk dalam berakhlak yang baik,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa ayat di atas berisi larangan melecehkan dan meremehkan orang lain. Dan sifat melecehkan dan meremehkan termasuk dalam kategori sombong sebagaimana sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim no. 91). Yang dimaksud di sini adalah meremehkan dan menganggapnya kerdil. Meremehkan orang lain adalah suatu yang diharamkan karena bisa jadi yang diremehkan lebih mulia di sisi Allah seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 713).
Ingatlah orang  jadi mulia di sisi Allah dengan ilmu dan takwa. Jangan sampai orang lain diremehkan dan dipandang hina. Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)
Seorang mantan budak pun bisa jadi mulia dari yang lain lantaran ilmu. Coba perhatikan kisah seorang bekas budak berikut ini.
أَنَّ نَافِعَ بْنَ عَبْدِ الْحَارِثِ لَقِىَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وَكَانَ عُمَرُ يَسْتَعْمِلُهُ عَلَى مَكَّةَ فَقَالَ مَنِ اسْتَعْمَلْتَ عَلَى أَهْلِ الْوَادِى فَقَالَ ابْنَ أَبْزَى. قَالَ وَمَنِ ابْنُ أَبْزَى قَالَ مَوْلًى مِنْ مَوَالِينَا. قَالَ فَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْهِمْ مَوْلًى قَالَ إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنَّهُ عَالِمٌ بِالْفَرَائِضِ. قَالَ عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ »
Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfaan. ‘Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus Makkah. Umar pun bertanya, “Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu Abza”, jawab Nafi’. Umar balik bertanya, “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia adalah salah seorang bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’. Umar pun berkata, “Kenapa bisa kalian menyuruh bekas budak untuk mengurus seperti itu?” Nafi’ menjawab, “Ia adalah seorang yang paham Kitabullah. Ia pun paham ilmu faroidh (hukum waris).” ‘Umar pun berkata bahwa sesungguhnya Nabi kalian -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda, “Sesungguhnya suatu kaum bisa dimuliakan oleh Allah lantaran kitab ini, sebaliknya bisa dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim no. 817).
Semoga nasehat di pagi hari ini bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.


Artikel Rumaysho.Com

Sabtu, 14 Juni 2014

::Katakan ini Kepada Ayahmu Wahai Wanita::




Ayah..jangan nikahkan aku dengan pemuda yang gemar bermaksiat
Ayah..tolaklah pinangan kepadaku dari pemuda yang tidak menjaga sholatnya
Ayah..jangan restui kedatangan pemuda di rumah ini yang mengajakku keluar sebelum dia halal bagiku
Ayah..jangan segan menolak jika engkau tidak meridhoi agamanya

Tapi Ayah..
Pertimbangkan lamaran seorang pemuda jika dia engkau ridhoi agamanya
Pertimbangkan keinginannya mengajukan ta'aruf kepadaku jika baca'an Al Qur'annya mampu membuat ayah menitikkan air mata
Pertimbangkan niat sucinya menikahiku meskipun dia miskin, tapi agama dan akhlaknya telah membuat ayah bangga

Ayah..engkau waliku dalam memilihkan calon imamku, tidaklah ringan tanggung jawab itu ayah, karena kelak akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah diakhirat

Maka pilihkan seorang pemuda yang terbaik untukku ayah, yang engkau, ibu serta Allah ridhoi

Seorang pemuda yang akan menjadi panutan, pelindung dan cahaya bagiku, bagi keluarga dan terutama bagi agamaku

copas

==================

Kiat-kiat Memilih Suami Yang Baik/Sholeh:

1. Faham, Dan mengamalkan Al-qur’an Dan Assunnah
2. Minimal Shalat 5 waktu (wajib) Dan Puasanya
3. Tidak mau Berduaan Dan tidak mau Menyentuhmu Sampai Allah Halalkan
4. Pekerja Aktif pada Rizki Yang Halal
5. Figur Penyayang Kepada Orang Tua, Kakak, Adik Dan Sanak Family nya.
6. Pribadi yang Menyenangkan dan disenangi para Sahabatnya.
7. Sangat hormat Pendapat & keluargamu.

Kalau Bertemu cowok Sholeh ini, pantas untuk dipertimbangkan lamarannya,

artikel : Indahnya berjilbab

Hukum Chatting dengan lelaki/perempuan bukan Mahram



 
 
Khalwat adalah perbuatan menyepi yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram dan tidak diketahui oleh orang lain. Perbuatan ini dilarang karena ia dapat menyebabkan atau memberikan peluang kepada pelakunya untuk terjatuh dalam perbuatan yang dilarang.

"Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dengan mahramnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Tiadalah seorang lelaki dan perempuan itu jika mereka berdua-duaan melainkan syaitanlah yg ketiganya." (Hadis Sahih)

Khalwat bukan saja dengan duduk berduaan
Tetapi berbual-bual melalui telepon di luar keperluan syar'i juga berkhalwat
Karena mereka sepi dari kehadiran orang lain, meskipun secara fisik tidak berada dalam satu tempat, serta mereka lebih bebas membicarakan apa saja selama berjam-jam tanpa merasa dikawal oleh siapa pun
Begitu pun dengan sms, email, chatting, Facebook, dan media lainnya jika menjadi alat untuk berkhalwat, maka hukumnya adalah haram

Sangat menyedihkan melihat kenyataan dewasa ini...
Saudara-saudara kita banyak yang menjaga batas pergaulan dengan selain bukan mahramnya, namun di dunia maya malah bebas berinteraksi tanpa batasan syara'

“ikhwan yang sms atau nelpon aku tujuannya dakwah kok, dia selalu sms-in aku buat bangunin tahajud...”
Hehehe ukhti sayang, kalau benar dia ingin kebaikan, masa sih beliau mau menyiakan perasaannya dan perasaanmu hanya dengan memperjuangkan suatu kebaikan yang malah menimbulkan kejahatan yang lebih besar : zina hati!
Hati-hati modus pencurian hati zaman sekarang ya akhwat.., hehe... #peace

“terus, kalau emang ada alasan syar’i gimana?”
Bila ada tuntutan syar'i yang darurat, maka itu diperbolehkan sesuai keperluan
Di sinilah menuntut kejujuran kita kepada Allah dalam mengukur sejauh mana urusan kita itu, apakah benar untuk satu keperluan atau mengikut nafsu semata.

Lakukan seperlunya. Selesaikan komunikasimu tanpa embel-embel apapun dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya!

Berikut tips komunikasi syar’i melalui media teks (sms, chatting, dll) dengan selain mahram
1. Ga pake emote apapun (misal :’( apalagi atau ) GUBRAK!
2. Ga pake tambahan tawa “hahaha” “hihihi” “hehehe” “wkwkwk” dan sejenisnya
3. Kata2nya ga usah dpanjangin (misal “okeeee” “iyaaaaa” “haaaaaah?” “waaaaww” “istimewaa”)
4. Isi pesan langsung TO THE POINT, pembukaan dan penutupan hanya berupa salam pun ga masalah
5. Ga ada lelucon atau apapun yang mengundang tawa
6. Intinya lakukan komunikasi sesingkat dan sewajar mungkin, makin datar makin baik, karena menutup celah hadirnya setan di tengah-tengah kalian

“kok dingin banget sih? Gimana kalau ikhwannya sakit hati?”
Biarin aja, daripada “kok panas banget sih? Gimana kalau ikhwannya jatuh hati?”
Tugas kita adalah menjaga kehormatan diri kita dan diri mereka
Perkara perasaan mereka, itu sama sekali bukan urusan kita
Karena yang kita lakukan sudah berunsur syar’i, melakukan hal yang Allah SWT sukai...

Ada lagi yang punya tips komunikasi syar’i? Silakan..

wallaahu’alam bish showaab


Sumber
https://www.facebook.com/notes/indahnya-berpurdah/hukum-chatting-dengan-lelakiperempuan-bukan-mahram/366642553365372
https://www.facebook.com/notes/ar-rifan/ikhwan-akhwat-blacklist-/10150683281151418?ref=nf

Enjoy the Rhythm of Your life




Dalam menjalani hidup tidaklah selalu mulus, terkadang kita melewati jalan lurus tanpa hambatan dan terkadang pula kita harus melewati jalan yang berliku penuh babatuan sehingga menyulitkan kita berjalan, tetapi itulah ritme kehidupan harus dinikmati. Right ?

“Sungguh menajubkan perilaku orang mukmin, semua keadaan adalah baik baginya. Jika memperoleh kesenangan ia bersyukur dan yang demikian itu adalah baik baginya dan jika ditimpa kesusahan, ia bersabar dan yang demikian itu adalah baik baginya. Perilaku seperti itu hanya ada pada diri seorang mukmin”
(HR. Muslim dan Ahmad)

Semoga kita menjadi ukhti mukminah

Muslimah sudahkah kita menjaga mata kita dari maksiat mata sebagai berikut?




Melihat wanita/ lelaki lain yang bukan mahram,
Melihat aurot,
Membuka badan dihadapan orang lain yang haram melihatnya,
Membuka anggota antara pusar dan lutut,
Membuka dua kemaluan (qubul/ jalan depan dan dubur/ jalan belakang) di tempat sepi tanpa adanya hajat,
Melihat Muslim dengan rendah,
Mengintip rumah orang lain tanpa Izin,
Melihat sesuatu yang disamarkan,
Melihat kemungkaran jika hatinya tidak mengingkari.
Karena setiap anggota badan yang saat ini kita miliki, hanyalah titipan dari Allah dan kelak akan ada pertanggung jawabannya.

Maka alangkah lebih baik jika kita gunakan semaximal mungkin mata ini untuk kebaikan, agar di mudahkan hisabnya dan berbuah manis bagi diri kita kelak. In shaa Allah.

Dalam sebuah hadits yang berasal dari Hasan Basri Rasulullah SAW bersabda : “Setiap mata manusia di akhirat nanti pasti akan menangis, kecuali empat mata :

1. Mata yang menangis (selalu di dunia) karena takut kepada Allah
Pertama
Mata yang menangis di dunia karena takut kepada Allah, karena merenungi kebesaran Allah, karena merenungi kebodohan diri dan karena menyesali kesalahan yang pernah dilakukan.
Allah SWT memperingatkan kita dalam firmannya :
”Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis? Sedangkan kamu melengahkannya? Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).” (QS An Najm : 59-62)

2. Mata yang dipejamkan dari segala larangan Allah
Kedua
Mata yang dipejamkan dari segala larangan Allah. Artinya yang tidak mau menoleh apalagi mengerjakan larangan Allah. Sumber dosa itu ada dua : mengerjakan larangan Allah dan meninggalkan perintah-Nya.

3. Mata yang diajak jaga malam (tahajud) karena takut kepada Allah
Mata yang selalu diajak bangun malam (tahajud). Tahajjud adalah satu-satunya shalat sunah yang secara tersurat tertulis dalam Al Qur’an.

“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagi kamu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat(derajatmu)mu ke tempat yang terpuji.” (QS Al Isra : 79)

4. Mata yang diajak jaga (memelihara) pasukan di bekalang umat Islam
Keempat
Mata yang diajak jaga malam dalam perang fi sabilillah. Artinya mata yang selalu siaga terhadap kemungkinan yang membahayakan umat Islam. Sebab kita sebenarnya selalu diintai musuh-musuh Islam sebagai rivalnya.

Jaga mata, jaga hati yah muslimah
Wallahu`alam..

Inspirasi dari http://lenterahati21.blogspot.com/

Shalihah Wanna be by Ustadz Felix Siauw




Muslimah nggak perlu audisi-audisian | karena akhlak Muslimah bukan untuk diperlombakan

hakikat hijab justru melindungi keindahan bukan mengumbarnya | apalagi dijadikan tontonan yang dinilai secara lahiriah dan badaniah

hakikat kontes-kontes kecantikan itu membentuk persepsi wanita | bahwa seorang 'putri' haruslah cantik fisik dan 'mentereng', hedonisme

pada akhirnya kontes-kontes ini menjadikan Muslimah jadi komoditas | Muslimah akhirnya hanya dilihat dari fisik dan fisik lagi

padahal teladan bagi Muslimah sudah jelas, Nabi pernah berucap | bahwa Maryam wanita terbaik di dunia dan Khadijah terbaik di surga

"sebaik-baik wanita di surga itu Khadijah binti Khuwailid | sebaik-baik wanita di dunia itu Maryam binti Imran" (HR Bukhari)

sebagai Muslimah, pun harus memiliki rasa malu, dan izzah (kehormatan) | bahwa parasnya hanya layak bagi suaminya, bukan dinikmati semua

kalaupun berniat dakwah harus dengan cara yang benar | masih banyak jalan yang bisa digunakan | nggak harus yang menyenggol kemaksiatan

bila serius ingin mendidik Muslimah berakhlak baik | buku-buku dan kajian-kajian masih jauh lebih baik, lebih efektif

dan mengajarkan Muslimah terhadap teladannya jauh lebih penting dibanding dikonteskan | kenali Khadijah, Maryam, Asiyah, Fatimah, Aisyah

tidak hanya di acara-acara semisal kontes-kontes Muslimah | begitupun di sosmed harusnya Muslimah malu dirinya dinikmati semua orang

apalagi di zaman selfie sudah jadi ritual wajib, malu sudah jadi akhlak jarang | diganti keinginan untuk eksis tanpa lagi peduli etika

begitulah secara fitrah wanita memang senang bila dikagumi | maka bersabarlah sampai engkau dikagumi oleh suamimu saja

inget jaman dulu tahun-tahun 90-an, kalo suka cewek, minta fotonya susaaaaah bangeeeet! sampe nyuri-nyuri foto | sekarang? haduh.. (-__-)

dulu saat cewek ngasih fotonya, ia sudah rela fotonya dipantengin cowok | setidaknya dulu akhlak malu lebih terjaga daripada sekarang..

tidak ada Muslimah yang dihiasai akhlak malu kecuali memperindahnya | tak perlu pengakuan dengan kontes-kontes yang menilai tampak luar

lebih baik sempurnakan sujudmu dalam heningnya malam | dan fasihkan lafadz ayatmu selepas shalat

saya kasitau boleh ya? | nggak ada suami normal, yang seneng istrinya dipantengin orang lain, apalagi lelaki lain | keep that in mind

#Ustadz_Felix

FAKTA : kita tidak hanya bisa tersenyum karena bahagia, tapi juga bisa bahagia karena tersenyum!




Selama ini, kita menganggap wajah sebagai jendela emosi. Mula-mula ada gejolak emosi dalam jiwa kita, kemudian mengungkapkannya melalui wajah. Rupanya proses itu juga bisa bekerja dengan arah berlawanan, Sehingga kita bukan hanya tersenyum karena bahagia, melainkan juga bisa berbahagia karena tersenyum. Wajah bukan hanya sebagai monitor penampil yang men-display perasaan dari CPU hati. Wajah adalah mitra yang sejajar dalam satu proses emosi.

Adalah Paul Ekman dan Wallace Freisen yang dibantu oleh Robert Levenson, mengumpulkan sejumlah relawan yang dibagi dalam dua kelompok. Separuh diminta untuk mencoba mengingat kembali pengalaman masing-masing yang sangat berat (menyedihkan). Separuh yang lain hanya diminta untuk memeragakan mimik wajah yang sesuai dengan emosi-emosi menyusahkan semacam marah, sedih, takut. Kedua kelompok ini dhubungkan dengan sensor pengukut laju denyut jantung dan temperatur tubuh.

Hasilnya?

Tertampil dalam monitor, kedua kelompok mengalami kenaikan laju denyut jantung yang sama dan kenaikan suhu yang persis. Gejala fisiologis mereka tidak berbeda : yang mengenang pengalaman pahit menjadi sedih, begitu pula yang sekedar ‘berakting’ sedih dengan otot-otot wajahnya. Kelompok kedua memulai dengan ekspresi wajah yang berat, kemudian efek fisiologisnya menjalar hingga ke hati.

Nah, beberapa waktu kemudian beberapa orang Psikolog Jerman mencoba hal senada. Mereka meminta dua kelompok relawan untuk mengamati gambar-gambar kartun. Kelompok pertama harus melakukannya sambil menggigit ballpoint dengan gigi (yang memaksa mereka harus tersenyum karena kontraksi otot risorius dan zygomatic major), dan kelompok kedua menggunakan bibirnya untuk menjepit ballpoint (yang membuat mereka mustahil tersenyum karena kedua otot itu terkunci).

Penelitian ini berkesimpulan sama. Yang menggigit ballpoint dengan gigi (sehingga terpaksa tersenyum) jauh lebih merasa bahwa kartun-kartun itu lucu. Mereka memulainya dengan senyum di wajah, lalu emosinya tergerak untuk merasakan kejenakaan. Sementara itu, para relawan yang menjepit ballpoint dengan bibir (sehingga sulit tersenyum) merasa kartun itu biasa saja.

Subhanallah, ternyata kita mampu menaklukkan emosi kita!

Perasaan tidak boleh mengatur kita, karena kitalah yang akan mengatur perasaan

Sumber : “Jalan Cinta Para Pejuang” – Salim A. Fillah

Rahasia Mulia




Inilah kisah cinta suci,
Cinta yang selalu terjaga kerahasiaannya,
Baik dalam sikap, kata, maupun ekspresi.

Lelaki mulia, akan bersanding dengan wanita mulia.
Wanita mulia, akan bersanding dengan lelaki mulia.

Tersebutlah Sahabat Ali bin Abi Thalib.
Sesungguhnya,
Sudah lama ia memendam rasa,
Pada putri kesayangan Rosulullah yang mulia,
Fathimah Azzahra.

Dua kali Ali menahan gemuruh di dadanya,
Abu Bakar dan Umar melamar Fathimah; wanita mulia,
Tapi tiada bersambut jua.
Berguman ia; Lalu, siapakah sesungguhnya yang diharapkannya?

Ali memberanikan diri di akhirnya,
Menyampaikan isi hati yang lama dipendamnya,
Ahlan wa sahlan, diiringi senyuman Rosulullah, ia diterima.
Baju besi menjadi saksi,
Penyatuan dua insan dalam mahligai pernikahan yang hakiki.

Romansa belum berakhir di sana,
Bercakap mereka setelah pernikahan yang penuh keberkahanNya.

Pun sejak dulu Fathimah telah memendam rasa,
Kepada seorang lelaki mulia,
Dengan malu-malu ia bersuara;
“Suamiku, maafkan aku,
karena sebelum menikah denganmu,
aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda,
dan aku ingin menikah dengannya",

Ali bertanya;
“Istriku, mengapa kau tak menikah dengannya?
apakah kini kau menyesal menikah denganku?”

Satu kalimat pamungkas dituturkan,
Mengetarkan hati yang mendengarkan, penuh kebahagiaan;
Sambil tersenyum Fathimah menjawab,
"Pemuda itu adalah dirimu."

Sungguh, Allah Maha Menyaksikan,
mana cinta yang tulus murni karenaNya,
Dan sungguh Dia akan membukakan jalan,
dari apa yang mungkin tidak pernah disangka sebelumnya.
(puisi oleh : Aulia F.A)

Redaksi Mutusin Pacar "Paling Halus"




buat ukhti yang mau move on dari cinta semu bergelimang dosa menuju cinta murni Ilahi yang hakiki, tapi bingung gimana cara ngomong/nelpon/SMS/WA ke si dia, mungkin redaksi berikut ini bisa menjadi referensi

"Aku mencintaimu sebagai sesama Muslim,
Karenanya biarkan kuakhiri hubungan yang semu dan banyak diliputi dosa ini

Dan kekosongan hatiku akan ku isi dengan cinta yang lebih murni,yaitu cinta pada Ilahi

Allah sudah menetapkan datangnya jodoh bagi kita masing-masing,karenanya pacaran tidak akan mempercepat datangnya jodoh, justru ia mempercepat datangnya azab.

Jika memang kita berjodoh,jangan khawatir,tiada yang dapat mencegahmu menjadi suamiku kelak.

Untuk itu kumohon engkau mengerti...
Sampai sebelum akad terucap,
biarkan kujaga hati ini hanya untuk diri-Nya.

Semoga engkau ikhlas menerimanya"

sumber : buku MOTISAKTI Zen El Fuad; temukan arti cinta!

kami hanya mampu memberikan referensi untuk "redaksi mutusin si dia", sejatinya semua keputusan ada di tanganmu :

apakah akan terus membiarkan dosa mengalir sambil membanggakan status sebagai pendekat zina,
atau berlepas diri dan menjadi jomblo berkualitas yang menjaga utuh singgasana hati hanya untuk pria berkomitmen yang berani mendatangi walimu?
YOU CHOOSE!

wallaahu a'lam

a TRUE FRIEND cares about your AKHIRAH





Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemakisatan dan kesesatan karena pengaruh teman bergaul yang tidak baik. Namun juga tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Bergaul bersama dengan teman yang shalih akan mendatangkan banyak kebaikan, seperti penjual minyak wangi yang akan memeberikan manfaat dengan bau harum minyak wangi. Kebaikan yang akan diperoleh seorang hamba yang berteman dengan orang yang shalih lebih banyak dan lebih utama daripada harumnya aroma minyak wangi. Dia akan mengajarkan kepadamu hal-hal yang bermanfaat bagi dunia dan agamamu. Dia juga akan memeberimu nasihat. Dia juga akan mengingatkan dari hal-hal yang membuatmu celaka. Di juga senantiasa memotivasi dirimu untuk mentaati Allah, berbakti kepada kedua orangtua, menyambung silaturahmi, dan bersabar dengan kekurangan dirimu.

Sebaliknya, bergaul dengan teman yang buruk juga ada dua kemungkinan yang kedua-duanya buruk. Kita akan menjadi jelek atau kita akan ikut memperoleh kejelekan yang dilakukan teman kita. Syaikh As Sa’di rahimahulah juga menjelaskan bahwa berteman dengan teman yang buruk memberikan dampak yang sebaliknya. Orang yang bersifat jelek dapat mendatangkan bahaya bagi orang yang berteman dengannya.

“Secara umum, hendaknya orang yang engkau pilih menjadi sahabat memiliki lima sifat berikut : orang yang berakal, memiliki akhlak yang baik, bukan orang fasik, bukan ahli bid’ah, dan bukan orang yang rakus dengan dunia” (Mukhtasar Minhajul Qashidin 2/36).

Bagaimana dengan temanmu?

(artikel : http://muslim.or.id/)

Tampil Modis Dulu, Baru Dapet Jodoh




Modis itu… nggak kedodoran!

Jilbab digulung kecil mencekik leher.

Modis itu… Baju yang lagi ngetrend saat ini. Yang bisa menampilkan lekuk tubuh. Celana legging yang pas di kaki.

Beberapa waktu yang lalu, di penghujung jam kerja tiba-tiba HP saya berbunyi. Salah seorang kenalan, Ikhwan, yang tinggal jauh di Surabaya berkirim SMS. Lebih kurang berbunyi, ‘Rasanya miris sekali. Hatiku sedih menyaksikan fenomena sekarang ini. Ketika sedang berjalan mata ini harus menyaksikan banyak saudari-saudari­ku, para muslimah, memakai jilbab tapi lekuk tubuh mereka tampak dengan jelas.’

Usai membaca SMS itu, saya langsung teringat pada sebuah perbincangan dengan beberapa teman di sebuah organisasi. Salah seorang teman berkata, “Sekarang Mbak Najwa sudah tidak memakai jilbab loh.”

Saya tercengang mendengar itu. Ah gak mungkin! Hati ini membantah. “Iya, aku juga melihatnya.” Sahut yang lain. “Yaa Allah, kok bisa?” “Suaminya gak mengijinkan. Katanya kalau pakai jilbab jadi kelihatan tua.”

Saya tetap terkejut meskipun belum bisa percaya sepenuhnya. Saya tahu betul, siapa sosok Najwa, dan bagaimana perjuangan dakwahnya ketika itu. Namun, tidak lama kemudian, saya juga mendapat info dari sumber yang dapat dipercaya. Najwa memang tidak lagi memakai jilbab. Ia melakukan itu, demi suaminya. Seiring berjalannya waktu, saya mulai lupa dengan kondisi teman saya tersebut apalagi kami sudah tidak pernah berkomunikasi lagi.

Di hari selanjutnya, sore, saya kembali aktif mengunjungi salah satu blog saya yang sejak gabung di FB, jarang sekali saya kunjungi. Karena rindu dan ingin mengetahui kabar terbaru sahabat lama, sayapun mengklik photo-photo koleksinya. Teman yang dulu semua orang tahu, pakaiannya rapat menyentuh tanah, dengan jilbab yang lebar melampau pinggul. Anggun. Keakhwatannya benar-benar memancar dari aura pakaiannya yang besar tanpa menyisakan sedikitpun bentuk tubuhnya. Dulu saya senang kami bisa sering bersama-sama. Tapi… sore itu, perasaan saya agak tersentil saat melihat koleksi photo-photo terbarunya. Ada perubahan di sana. Ia tampak langsing dengan bentuk tubuh yang membentuk jelas. Masih kurang percaya dengan penglihatan mata ini, saya kedip-kedipkan keduanya untuk memastikan bahwa saya tidak salah lihat mengenai tanggalan yang tertera. Benar, saya tidak salah. Tanggalan itu baru beberapa hari saja berlalu. Kebetulan saya memang sedang chating dengannya setelah lama tidak berjumpa di dunia nyata.

“Eh, photomu beda? Tampak langsing sekarang.”
“Hehe.. iya, calon suamiku tidak suka aku pake baju seperti yang dulu. Dia ingin aku lebih modis.” Balasnya.
“Oh…” Bibir ini hanya mampu mendesis prihatin. Sangat disayangkan sekali. Padahal, ia tampak sangat anggun dengan pakaiannya sebelum ini. Sampai di sini, saya hanya mampu bertanya dalam sendiri, ‘Untuk disukai seorang pria, haruskah kita melakukan ini? Merenovasi diri, dengan menganggap remeh perintah illahi, untuk mematuhi perintah orang yang dicintai? Untuk dicintai pria, haruskah kita menanggalkan ketaatan yang telah ada? Lalu apa tujuan menikah? Bukankah tujuan yang sebenarnya untuk menyelamatkan agama? Menyempurnakan yang separuhnya? Mengapa harus mengorbankan ketaatan yang telah ada?

Padahal jelas-jelas, di dalam firman-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata, “Hai Nabi,katakanlah­ kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah di kenali. Karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Ahzab: 59]

Terjemahan ayat tersebut sangatlah jelas, bahwa wanita diwajibkan menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh. Tidakkah para imam, atau calon imam untuk keluarga sakinah, mawadah, warohmah itu membaca ayat tersebut?

Saya sangat faham. Wanita, membutuhkan kasih sayang seorang ikhwan. Wanita membutuhkan imam untuk menapaki jejak langkah menuju redha-Nya. Tetapi, untuk mendapatkan semua itu, akankah kita lepaskan keyakinan untuk tampil anggun dengan hijab yang disyariatkan? Haruskah dengan melanggar perintah-Nya?

Tampil modis, mungkin memang terasa lebih menarik dari pada wanita yang berjilbab lebar dengan pakaian besar, yang menurut sebagian orang bak karung goni. Namun apalah artinya kita tampak menawan di mata manusia, tapi di mata Allah kita hanyalah kelompok rata-rata yang melanggar ketentuan-Nya? Naudzubillah…

Ukhty, Percayalah, kita tetap terlihat anggun dan cantik dengan hijab terjulur menutup dada. Jubah panjang menutup aurat. Kalaupun ada pria yang tak menginginkan muslimah seperti kita, in syaa Allah, akan ada ganti dari-Nya. Seorang ikhwan yang bangga dengan penampilan kita yang apa adanya. Penampilan kita yang telah memenuhi perintah-Nya. Hijab kita, yang penuh dengan rahmat-Nya.

Jangan khawatirkan kesendirian. Karena, Dia menciptakan kita berpasang-pasan­gan. Wanita yang baik untuk pria yang baik. Dia tidak akan pernah kehabisan cara untuk mempertemukan wanita yang menjaga kesuciannya, dengan ikhwan yang menjaga imannya.

Percayalah, jika kita tegas membela agama Allah, insya Allah, Dia akan datang membela kita. Tegaslah pada pria yang ingin memperkeruh agama kita. Karena menikah bukan untuk memperturutkan nafsu belaka. Tetapi untuk menyempurnakan agama-Nya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua…